article 2025-07-11 Aji Pratama 12 menit

Masa Depan AI Hardware di Tengah Ledakan Teknologi

Dua sosok pionir, Raquel Urtasun dan Jeff Cardenas, menyoroti bagaimana perangkat keras AI akan menentukan arah baru robotika dan kendaraan otonom.

Masa Depan AI Hardware di Tengah Ledakan Teknologi

Masa Depan AI Hardware di Tengah Ledakan Teknologi

Pada akhir Oktober 2025 mendatang, Moscone West Convention Center di San Francisco akan kembali menjadi panggung bagi ribuan pemikir paling visioner dalam dunia teknologi dan inovasi. Lebih dari 10.000 pemimpin startup, investor modal ventura (VC), dan akademisi diprediksi akan memadati TechCrunch Disrupt 2025, sebuah ajang tahunan yang kerap melahirkan tren teknologi besar berikutnya.

Di antara berbagai diskusi dan peluncuran teknologi baru, salah satu sesi yang paling dinantikan tahun ini akan berlangsung di panggung khusus kecerdasan buatan: AI Stage. Sesi tersebut akan mempertemukan dua nama penting di bidang robotika dan teknologi kendaraan otonom, Raquel Urtasun dan Jeff Cardenas. Keduanya akan membahas arah perkembangan perangkat keras AI—sebuah bidang yang kini tak lagi hanya menjadi urusan insinyur dan peneliti, tetapi mulai merembes ke kehidupan sehari-hari manusia.

Robot dan Mobil Tanpa Pengemudi: Masa Depan yang Nyata

Jeff Cardenas, CEO dan salah satu pendiri Apptronik, bukanlah nama baru dalam pengembangan robot humanoid. Perusahaan yang ia bangun bertujuan jelas: menciptakan robot yang tidak hanya canggih secara teknis, tetapi juga mampu bekerja berdampingan dengan manusia secara aman dan efisien. Dengan mitra sekelas Google DeepMind, NVIDIA, hingga Mercedes-Benz, Apptronik tampak serius menyasar segmen robotika yang selama ini dianggap hanya tersedia di film fiksi ilmiah.

Sementara itu, di sisi kendaraan otonom, Raquel Urtasun datang dengan pendekatan berbeda namun sama revolusionernya. Sebagai CEO Waabi, ia membangun sistem kendaraan tanpa pengemudi yang mengandalkan simulasi dan AI canggih untuk menyempurnakan kemampuan navigasi dan pengambilan keputusan di dunia nyata. Dengan latar belakang akademis yang kuat dan reputasi sebagai salah satu peneliti paling dihormati di bidangnya, Urtasun tengah menantang asumsi lama tentang batasan teknologi self-driving.

Kedua pemimpin ini tidak hanya akan berbagi panggung, tetapi juga memperlihatkan bagaimana kemajuan di bidang perangkat keras AI membawa dampak langsung pada dua bidang yang selama ini dianggap berada di masa depan: robot humanoid dan kendaraan otonom.

Akar dari Inovasi: Perangkat Keras sebagai Kunci

Seringkali, ketika berbicara soal kecerdasan buatan, perhatian cenderung tertuju pada perangkat lunaknya: model bahasa besar, algoritme pembelajaran mesin, atau keakuratan prediksi. Namun menurut Cardenas dan Urtasun, perangkat keras—yang mencakup chip AI, sensor canggih, aktuator robotik, dan sistem komputasi terdistribusi—adalah tulang punggung dari segala kemampuan tersebut dapat diwujudkan di dunia nyata.

Cardenas membandingkan perangkat keras AI sebagai jembatan antara kecerdasan dan tindakan. Tanpa hardware, segala bentuk kecerdasan hanya akan tetap tinggal di dalam layar. “Untuk membuat robot dapat memahami lingkungan, merespons suara, mengatur gerak tubuhnya, dan tetap aman di sekitar manusia, semuanya bertumpu pada kemajuan perangkat keras,” ujarnya dalam wawancara yang dirilis menjelang TechCrunch Disrupt.

Apptronik, misalnya, merancang robot humanoid yang dapat berjalan, mengangkat barang, dan bahkan memberikan respons empatik. Di balik gerakan yang tampak luwes itu, terdapat serangkaian chip spesialis, sistem kontrol waktu nyata, serta sensor visual dan taktil yang kompleks. Semua elemen tersebut harus bekerja secara terintegrasi dan stabil, sesuatu yang hanya bisa tercapai dengan perangkat keras yang matang.

Urtasun juga menekankan pentingnya simulasi dalam pengembangan kendaraan otonom. Teknologi Waabi mengandalkan closed-loop simulation, yakni simulasi berbasis AI yang tidak hanya mensimulasikan skenario lalu lintas, tetapi juga mengajarkan kendaraan untuk bereaksi terhadapnya. Namun, untuk menjembatani hasil dari dunia simulasi ke dunia nyata, pengujian keras di perangkat keras sebenarnya tidak bisa dielakkan. Dalam hal ini, peran hardware, mulai dari LIDAR, radar milimeter, hingga unit komputasi di kendaraan, menjadi vital.

Demonstrasi Langsung: Melihat Masa Depan dengan Mata Kepala Sendiri

Sesi di AI Stage nanti tak hanya berupa paparan dan diskusi teoritis. Penonton juga akan disuguhi demonstrasi langsung dari teknologi yang tengah dikembangkan masing-masing perusahaan. Penampilannya seperti tontonan ilmiah, namun sejatinya mengangkat pertanyaan mendasar: bagaimana manusia dan mesin akan berbagi ruang.

Robot humanoid rancangan Apptronik yang akan ditampilkan, misalnya, tak hanya bisa berdiri dan bergerak, tetapi mampu menyesuaikan perilaku berdasarkan konteks. Cardenas menyebut robot ini dirancang untuk membantu manusia dalam kegiatan sehari-hari, dari industri logistik, perawatan kesehatan, hingga layanan publik. “Kami ingin robot bisa hadir di rumah, di pabrik, bahkan di kantor, bukan sebagai mesin asing, tapi sebagai alat yang memperkaya kapasitas manusia,” katanya.

Waabi, di sisi lain, akan menampilkan bagaimana sistem AI mereka menginterpretasikan kondisi nyata jalan raya, menghindari potensi tabrakan, serta mengambil keputusan yang sama kompleksnya dengan manusia di balik kemudi. Semua itu terjadi dalam kerangka waktu mikrodetik, sesuatu yang nyaris tak mungkin tercapai tanpa komputasi perangkat keras yang mumpuni.

Tantangan Menuju Dunia yang Dipenuhi Robot dan Mobil Pintar

Meski sudah banyak kemajuan, baik Cardenas maupun Urtasun sepakat: jalan menuju adopsi massal masih panjang. Ada tantangan regulasi, etika, biaya produksi, hingga edukasi pengguna. Namun keduanya optimis bahwa dengan pendekatan berbasis desain manusia (human-centered design), perangkat keras AI bisa menjadi bagian alami dari ekosistem sosial-ekonomi.

Apptronik, misalnya, memprioritaskan keselamatan dan interaksi manusia-robot yang alami. Menurut Cardenas, aspek seperti ekspresi wajah, kepekaan pada jarak sosial, serta kemampuan mengenali perintah suara, menjadi penting. Robot bukan hanya harus cerdas, tapi juga “sopan” dalam konteks sosial.

Sementara itu, Urtasun melihat skala sebagai tantangan terbesar. “Anda bisa bangun satu kendaraan otonom yang aman, tapi bagaimana membangun sepuluh ribu dan menjaganya tetap aman? Di sana kuncinya ada di sistem perangkat keras yang scalable dan bisa dipercaya,” jelasnya. Inilah sebabnya, Waabi lebih fokus pada pendekatan berbasis simulasi, agar skenario kompleks bisa dipelajari dalam jutaan iterasi—sesuatu yang tak realistis dilakukan melalui tes jalan biasa.

Lompatan Teknologi dan Implikasinya untuk Dunia

Perangkat keras AI kini tidak lagi sekadar urusan teknis atau ranah hobi sekumpulan insinyur di laboratorium. Ia telah naik kelas menjadi elemen strategis yang menentukan arah perusahaan teknologi besar, industri otomotif, bahkan kebijakan publik. Negara-negara berlomba memperkuat rantai pasok semikonduktor, mengembangkan chip AI domestik, dan memperkuat posisi mereka dalam “perlombaan kecerdasan.”

Apa yang dipertunjukkan dalam TechCrunch Disrupt 2025 sejatinya bukan sekadar demo teknologi, tetapi cerminan dari pergeseran lanskap industri global. Teknologi yang selama ini hanya bisa dibayangkan di halaman fiksi ilmiah, kini mulai mengisi baris-baris strategi bisnis dan cetak biru pembangunan kota masa depan.

Indonesia sendiri, jika tak ingin tertinggal dalam arus ini, harus mulai merancang rencana jangka panjang dalam investasi teknologi, riset, pendidikan teknik, dan pembentukan ekosistem AI yang berkelanjutan. Satu hal yang jelas, menurut perkembangan yang ditelisik dari sesi Disrupt ini, masa depan AI bukan hanya ditentukan oleh siapa yang punya algoritme terbaik, tetapi siapa yang bisa membangun perangkat keras yang mampu “berpikir dan bertindak.”

Sebuah Jendela ke Masa Depan

Bagi banyak orang, kehadiran robot humanoid yang berjalan di kantor atau mobil tanpa supir yang meluncur mulus di tengah lalu lintas masih terasa seperti mimpi jauh. Tapi sesi mendatang di TechCrunch Disrupt menunjukkan bahwa masa depan itu sudah mengetuk pintu.

Lewat figur seperti Raquel Urtasun dan Jeff Cardenas, kita bisa melihat bagaimana teknologi AI menjelma jadi sesuatu yang benar-benar “berwujud”. Bukan hanya baris kode, tetapi entitas dinamis yang mampu merasakan, berpikir, dan membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Dan seperti semua perubahan teknologi besar sepanjang sejarah, tantangannya bukan semata pada apa yang bisa kita bangun, tapi juga pada bagaimana kita siap untuk hidup berdampingan dengannya.

Tags

AI Teknologi Startup Robotika Disrupt 2025
A
Aji Pratama

Content Creator & AI Enthusiast

Suka artikel ini? Subscribe untuk update terbaru!

Dapatkan insight AI dan tips bisnis langsung ke inbox Anda setiap minggu.