RealSense Resmi Lepas dari Intel, Siap Hadirkan Teknologi Kamera 3D Secara Mandiri
Di balik cerita panjang 14 tahun pengembangan teknologi kamera 3D RealSense, kini babak baru dimulai. Perusahaan yang dulu bertumbuh di bawah sayap raksasa semikonduktor Intel, kini resmi beroperasi sebagai entitas mandiri. Berbekal visi kuat terhadap masa depan persepsi visual mesin, RealSense berharap mampu mendorong inovasi lebih luas lagi, dari dunia robotik hingga kebutuhan industri yang semakin kompleks.
Langkah besar ini tidak hanya menandai kemerdekaan strategi dan arah teknologi, namun juga menjadi refleksi akan dinamika industri perangkat keras yang terus beradaptasi terhadap perkembangan kecerdasan buatan (AI), otomasi, dan kebutuhan akan pemrosesan data real-time.
Dari Israel ke San Francisco: Perjalanan Seorang Insinyur Menuju Kepemimpinan
Nadav Orbach mungkin bukan sosok yang langsung dikenal publik, namun jejaknya di Intel mencerminkan karakter seorang inovator sejati. Bergabung dengan Intel pada tahun 2006 sebagai arsitek CPU di Israel, ia mulai menyentuh bidang teknologi penglihatan (vision technology) pada 2011. Sejak saat itu, fokusnya pada dunia persepsi komputer terus tumbuh.
“Saat itu kami tahu teknologi persepsi 3D akan menjadi sesuatu yang besar. Tapi kami belum tahu akan relevan di bidang apa,” kenang Orbach. Ia dan tim RealSense kala itu menjajal beragam segmen pasar—dari pengenalan gestur untuk komputer dan ponsel hingga berbagai eksperimen lainnya.
RealSense sendiri menawarkan kamera yang menggunakan pencitraan stereoskopik, yakni teknik yang memadukan dua gambar dari sudut berbeda untuk membangun pemahaman akan kedalaman (depth). Dibantu dengan cahaya inframerah, teknologi ini memungkinkan mesin seperti robot, drone, hingga kendaraan otonom untuk memahami lingkungan fisiknya secara real-time.
Setelah lebih dari satu dekade melakukan iterasi, RealSense menemukan ‘sweet spot’-nya: dunia robotik. Namun seiring waktu, permintaan juga datang dari industri lain yang tak terduga.
Dari Peternakan Ikan hingga Restoran Cepat Saji: Pengaplikasian Tak Terduga
Dalam perjalanannya, RealSense tidak hanya menjadi mitra para pengembang robot industri. Teknologinya juga digunakan dalam konteks yang lebih luas. Salah satu contoh datang dari peternakan ikan, yang memanfaatkan kamera RealSense untuk memantau volume ikan dalam keramba, sebuah solusi berbasis persepsi 3D yang efisien untuk sektor akuakultur.
Tidak hanya itu, ritel makanan cepat saji juga ikut menyerap teknologi ini. Rantai restoran ternama asal Amerika, Chipotle, misalnya, memanfaatkan kamera RealSense dalam kerja sama dengan perusahaan perangkat lunak AI restoran, PreciTaste. Tujuannya? Agar sistem dapat secara otomatis mendeteksi kapan wadah makanan mulai kosong dan perlu diisi ulang.
Hal ini menunjukkan betapa fleksibelnya aplikasi dari teknologi persepsi spasial yang tepat waktu dan akurat. Apa yang awalnya dibangun untuk kepentingan pengenalan gerak dan penglihatan mesin, perlahan bertransformasi menjadi pilar penting bagi otomatisasi lintas industri.
Saat AI Berkembang, Kebutuhan Akan Mata yang Lebih Tajam Meningkat
Beberapa tahun terakhir, kebangkitan AI turut mendorong permintaan teknologi semacam RealSense. Mesin yang semakin cerdas juga membutuhkan ‘mata’ yang mampu menginterpretasikan lingkungan di sekitarnya dengan kompleksitas setara manusia.
Dalam wawancaranya, Orbach menyebut bahwa lonjakan ketertarikan terhadap RealSense terjadi dalam tiga hingga empat tahun terakhir. Hingga saat ini, perusahaan telah memiliki lebih dari 3.000 pelanggan aktif—angka yang mencerminkan transformasi RealSense dari proyek internal menjadi pemain serius di pasar global.
Namun, kebutuhan untuk berkembang cepat tidak selalu sejalan dengan kecepatan strategi korporasi besar. Orbach dan tim kemudian menyadari bahwa untuk mencapai skala yang lebih masif dan mengikuti laju permintaan yang semakin dinamis, RealSense harus berdiri sendiri.
Momen Melepaskan Diri dari Raksasa
Ide untuk melepaskan RealSense dari Intel mulai dirancang tahun lalu. Rencana tersebut akhirnya mendapat restu dari CEO Intel saat itu, Pat Gelsinger. Dengan struktur baru sebagai perusahaan independen, RealSense juga berhasil mengantongi pendanaan Seri A senilai 50 juta dolar AS. Pendanaan ini dipimpin oleh Intel Capital dan didukung oleh sejumlah investor strategis lainnya.
“Bagi saya pribadi, ini adalah pengalaman yang begitu emosional sekaligus membanggakan,” ungkap Orbach. “Saya sudah lama menjadi eksekutif di Intel, tapi ini pertama kalinya saya ada di sisi yang berbeda—seorang CEO yang harus turun langsung untuk mencari investor.”
Perasaan itu bukan sekadar basa-basi. Dunia startup memang menuntut gaya kepemimpinan dan pengambilan risiko yang berbeda dari korporasi mapan. Dalam prosesnya, Orbach mengaku belajar banyak.
Fokus ke Teknologi, Pasar, dan Keamanan Manusia–Robot
Dengan suntikan dana baru, RealSense kini berupaya memperluas tim penjualan dan penetrasi pasarnya. Perusahaan juga terus berinvestasi dalam pengembangan teknologinya.
Fokus utama mereka saat ini adalah meningkatkan keamanan interaksi antara manusia dan robot—sebuah isu penting dalam konteks adopsi teknologi otomasi yang semakin meluas. Teknologi persepsi 3D yang akurat dan real-time tidak hanya penting untuk efisiensi, namun juga untuk memastikan keselamatan kerja di lingkungan industri.
Selain itu, RealSense juga mengejar pasar sistem kontrol akses. Teknologi mereka dinilai memiliki potensi kuat untuk dikombinasikan dengan sistem otentikasi berbasis wajah atau postur tubuh.
“Untuk bisa bergerak di dunia nyata, mesin harus mampu memahami lingkungannya dalam dimensi yang sebenarnya, secara real-time dan dengan akurasi tinggi. Dan itulah yang kami lakukan paling baik,” ucap Orbach.
Pangsa Pasar yang Terbuka Lebar
Langkah RealSense keluar dari bayang-bayang Intel mencerminkan tren lebih luas dalam dunia teknologi: semangat untuk bergerak cepat dan adaptif untuk memenuhi kebutuhan pasar yang berubah.
Industri robotik global kini sedang memasuki masa akselerasi. Laporan dari Allied Market Research memperkirakan pasar robotika industri akan mencapai lebih dari 80 miliar dolar AS pada 2026. Tetapi untuk mencapainya, mesin tidak hanya butuh otak (AI), tapi juga ‘mata’ yang memahami gerakan dan ruang di sekitarnya.
Di sinilah posisi RealSense semakin krusial. Kamera dan sensor mereka tidak hanya menjadi pelengkap, tetapi komponen inti dalam menciptakan ekosistem robot cerdas yang benar-benar bisa hidup berdampingan dengan manusia.
Namun langkah mereka tidak tanpa tantangan. Persaingan di sektor ini terus meningkat, baik dari perusahaan mapan seperti Sony atau FLIR, maupun dari pemain muda dengan pendekatan open-source. Dalam dunia di mana keunggulan ditentukan oleh inovasi cepat dan fleksibilitas, kemampuan RealSense untuk bertransformasi kini menjadi taruhannya.
Lebih dari Sekadar Teknologi: Ini Tentang Mimpi dan Perjalanan
Bagi Orbach, pemisahan ini bukan hanya soal perubahan struktur bisnis. Ada nilai emosional yang kuat.
“Inilah mimpi yang menjadi kenyataan,” ujarnya, menutup wawancaranya. “Saya beruntung memiliki tim yang luar biasa, banyak di antaranya memiliki latar belakang entrepreneur. Perpaduan pengalaman besar saya di Intel dan semangat mereka di dunia startup menjadi bahan bakar kami.”
Ke depan, Orbach dan tim RealSense menghadapi dunia baru sebagai perusahaan independen. Namun, dengan portofolio teknologi yang matang, tim berpengalaman, dan visi yang jelas, mereka tampaknya siap menjawab tantangan industri yang menuntut mesin—dan manusia—untuk saling memahami secara lebih baik.
Langkah RealSense mungkin bukan satu-satunya dalam lanskap pelepasan (spin-out) perusahaan teknologi dari induk besarnya. Namun kisahnya adalah pengingat kuat betapa pentingnya ruang untuk tumbuh dan keberanian untuk mendefinisikan ulang masa depan—terutama dalam dunia yang semakin mengandalkan hubungan erat antara manusia, mesin, dan realitas tiga dimensi.